Senin, 03 November 2008

Laskar Pelangi

LASKAR PELANGI……………

Membaca novel atau menonton film laskar pelangi seperti menemukan motivasi baru untuk kembali semangat menata masa depan, koreksi terhadap pendidikan yang terjadi di sekitar kita.

Itulah kesan saya…bagaimana dengan anda?

Saat membaca novelnya saya begitu terharu dengan sosok Lintang. Seorang siswa yang berasal dari pesisir dengan penuh semangat dan motivasi untuk memperoleh pendidikan dan tanpa menyerah berangkat ke sekolah dengan bersepeda meskipun harus melewati sarang buaya dan indahnya persahabatan di antara tim lascar pelangi dan kretivitas Mahar. Serta kepercayaan seorang guru- Bu Mus dan Pak Harvan- terhadap muridnya yang unik, dan punya karakteristik dan kecerdasan yang berbeda-beda.

Dua belas Oktober 2008, dimana orang-orang berdesak-desakan hanya untuk mendapatkan tiket nonton Laskar Pelangi. Beberapa teman saya mengatakan “wah mirip antrian pembagian zakat H. Saikon. Ya seperti itulah jika film-film yang novelnya sudah best seller dimainkan. Tapi akhirnya saya mendapatkan tiket berkat kelihaian temen saya yang ahli dalam strategi antri.

Sebelum menonton saya sudah persiapkan tissue karena saya yakin saya pasti menangis. Benar, 10 menit setelah film dimulai…hati saya mulai terenyuh apalagi teringat dengan akhir cerita pada novel Laskar Pelangi, ya seperti mau menangis. Saya pun memasang sweater menutup mulut saya biar kalau nangis tinggal mengusap saja he..hee…

Lagi-lagi mengusap air mata…tidak tahu sudah berapa kali saya mengusap air mata baik dengan tissue maupun dengan sweater. Saat –saat yang mengharukan bagi saya adalah

  1. Saat Bu Mus memilih mengajar di sekolah Muhamadiyah dan mengabaikan tawaran di sekolah lain.
  2. Saat sekolah harus menunggu 1 siswa lagi agar sekolah bias tetap exist dan begitu percayanya dan yakinnya bu Mus bahwa pasti ada 1 murid lagi.
  3. Saat Lintang, dengan perjuangannya berangkat sekolah, mengayuh sepeda, menunggu buaya pergi, membantu orang tuanya ….apalagi saat Lintang memberi semangat pada Ikal untuk tetap bersekolah dan menjemput teman-temannya untuk sekolah bahkan dia yang mengajari teman-temanya selama bu Mus masih bersedih ditinggah rekan mengajarnya –Pak Harvan- manginggalkan dunia untuk selamanya. Saat Lintang menunjukkan kecerdasannya di depan orang banyak , berargumen mempertahankan jawabannya dan saat pulang orang tuanya tidak kembali melaut.
  4. Saat perpisahan Bu Mus, laskar Pelangi dengan Lintang yang tidak bersekolah lagi karena tanggung jawab sebagai anak sulung menggatikan sosok ayah dan saat Lintang menggendong adiknya sambil menuang air.

Dan itu yang paling saya ingat, tapi masih banyak hal-hal yang membuat saya menitikkan air mata.

Laskar Pelangi, kisah nyata yang terjadi pada tahun 1974. Tapi apa yang terjadi di tahun itu bukan berarti tidak terjadi pada saat sekarang ini. Siswa – siswa seperti Lintang mungkin masih banyak dijumpai bahkan dengan mahalnya sekolah seperti saat ini banyak Lintang-Lintang yang lain di daerah lain. Meskipun begitu, kita dapat mengambil teladan dari tokoh Lintang ini yaitu apa yang bisa kita lakukan sekarang lakukanlah, berusahalah dahulu.

Lintang begitu semangatnya sekolah, mengajak teman-temanya sekolah saat Bu Mus tidak masuk selama 5 hari.

Melihat kondisi sekolah SD Muhamadiyah- tempat Laskar Pelangibersekolah-, yang terkadang saat musim hujan digunakan untuk tempat berteduh kambing, terbesit dalam hati saya “seandainya saat itu ada AKREDITASI SEKOLAH (penilaian kualitas sekolah, sarana prasarana dan system sekolah oleh pemerintah) , mungkin sekolah itu terakreditasi D (nilai tertinggi adalah akreditasi A) karena sarana Laboratorium saja tidak ada, muridnya hanya 10, tetapi kalau dari kinerja guru yang tanpa pemrih dan semangat Laskar Pelangi dan dengan Output seperti Ikal. Ikal berhasil memperoleh S2 di Sorbone Prancis. Sampai saat ini saya masih binggung dengan adanya akreditasi, apa tindak lanjut dari hasil akreditasi sekolah?. Ada orang yang mengatakan kalau mendapatkan nilai akreditasi A ( nilai yang baik ) maka sekolah akan mudah mendapatkan bantuan atau fasilitas dari pemerintah atau proyek. Tapi kalau nilainya jelek akan sulit. Tapi saya tidak tahu apakah itu benar atau tidak. Saya jadi tambah binggung, seharusnya sekolah yang terakreditasi D diberi fasilitas dan dana untuk memperbaiki system sekolah ataupun melengkapi sarana prasarana sekolah sehingga kualitas sekolah dapat meningkat.

Tak hanya masyarakat, pembaca novel Laskar Pelngi, Presiden Sby beserta istri pun tertarik menonton film ini. Semoga saja, setelah menonton Laskar Pelngi Bapak Presiden bisa melakukan koreksi terhadap sistem pendidikan kita dan perhatian terhadap nasib siswa seperti Lintang dan Laskar Pelangi. Perhatian terhadap nasib guru –guru seperti Bu Mus (Bagi saya, Guru seperti Bu Mus dan Pak Harvan adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa dan Tanpa Pamrih ). Perhatian terhadap sekolah-sekolah yang dapat dikatakan masih belum layak karena fasilitas. Tidak hanya itu system pendidikan dan menajemen pendidikan perlu mendapatkan perhatian atupun perubahan menuju ke arah yang lebih baik.

Semoga pendidikan kita lebih berkualitas dengan guru-guru yang berkualitas dan semangat berjuang mencetak generasi bangsa dengan imtaq dan iptek yang berkualitas (Amiin)

Tidak ada komentar: